Jakarta,IntiJayaNews.com – Firdaus Ali Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, mengingatkan bahwa transformasi tata kelola air di Ibu Kota sudah mendesak dan tidak bisa ditunda.
Firdaus juga menyoroti rendahnya cakupan layanan air perpipaan di Jakarta. Secara nasional, cakupan air perpipaan baru 20 persen, sedangkan di Jakarta masih di bawah 50 persen.
“Pipanya ada, tapi airnya sering tidak mengalir,” kata Firdaus.
Firdaus juga mengingatkan tingginya tingkat kehilangan air atau “non revenue water” (NRW) di Jakarta, yang mencapai 45-47 persen.
Angka itu disebutnya sebagai salah satu yang terburuk di dunia bagi kota dengan populasi di atas lima juta jiwa.
Untuk itu, Firdaus menilai tantangan yang dihadapi oleh PAM Jaya tidaklah ringan. Perumda PAM Jaya perlu memperluas layanan sekaligus menekan kebocoran yang masif tersebut.
Selain itu, Jakarta bergantung besar pada pasokan dari luar. Lebih dari 80 persen air bersih di Jakarta disuplai dari Waduk Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat (Kali Malang).
“Kalau ada gangguan di Kali Malang, maka suplai 81 persen air Jakarta berhenti total. Itu jelas berbahaya bagi keamanan layanan air Ibu Kota,” ujar Firdaus.
Firdaus menyebutkan transformasi PAM Jaya dari Perumda menjadi Perseroda bukan berarti privatisasi, melainkan langkah membuka ruang manajemen yang lebih transparan.
“Tidak ada hubungannya dengan swastanisasi. Kendali penuh tetap ada di PAM Jaya. Justru ini kesempatan untuk membangun kepercayaan publik melalui tata kelola yang terbuka,” kata Firdaus.
Firdaus mengingatkan saat ini Jakarta juga sedang berpacu dengan waktu. Penurunan muka tanah, ekstraksi air tanah dalam dan ancaman rob menjadi bahaya nyata.
“Kalau kita tidak bergerak cepat, jangan sampai tahun 2050 garis pantai sudah bergeser ke Harmoni. Solusinya jelas percepat layanan air perpipaan, kurangi kebocoran dan perkuat sistem pertahanan pesisir,” kata Firdaus.(Antaranews)