Jakarta,IntiJayaNews.com – Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA), pekan lalu, mencatat 13 kasus varian baru Covid-19 bernama NB.1.8.1 atau dikenal dengan kode sandi “Nimbus”.
Diketahui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi memasukkan NB.1.8.1 dalam kategori Variants Under Monitoring (VUMs) pada 23 Mei 2025.
Hal ini menandakan varian itu memiliki potensi perubahan signifikan dalam penyebaran maupun dampaknya terhadap imunitas.
“Varian NB.1.8.1, yang juga disebut sebagai Nimbus adalah jenis baru virus Covid-19 yang muncul akibat mutasi pada materi genetiknya,” ungkap Dr. Naveed Asif, dokter umum dari The London General Practice, seperti melansir Cambridge News.
Dr. Asif menyebut, varian ini pertama kali terdeteksi pada Januari 2025 dan membawa gejala yang bervariasi.
Beberapa pasien mengalami infeksi ringan, tetapi gejalanya bisa sangat mengganggu aktivitas harian.
Gejala utama yang diidentifikasi meliputi:
Sakit tenggorokan parah
Kelelahan berat
Batuk ringan
Demam
Nyeri otot
Hidung tersumbat
Tak hanya itu, sebagian pasien juga melaporkan gejala pencernaan seperti mual dan diare, yang sebelumnya lebih jarang muncul pada varian Covid-19 lainnya.
Penularan Cepat, Tapi Tidak Lebih Mematikan
Walau menyebar cepat, para ahli menekankan tidak ada bukti varian Nimbus lebih mematikan dari pendahulunya.
WHO juga menilai risiko global masih tergolong rendah, dan vaksin yang ada saat ini diyakini masih efektif mencegah gejala parah.
Dr. Lara Herrero, ahli virologi dari Griffith University Australia, menyampaikan kekhawatiran terhadap kemampuan varian ini untuk menginfeksi lebih cepat.
“Dengan menggunakan model berbasis laboratorium, para peneliti menemukan NB.1.8.1 memiliki afinitas pengikatan terkuat pada reseptor ACE2 manusia dari beberapa varian yang diuji,” jelasnya.
“Ini menunjukkan NB.1.8.1 dapat menginfeksi sel secara lebih efisien dibandingkan strain sebelumnya,” imbuhnya.
Dr. Chun Tang, praktisi medis dari Pall Mall Medical menjelaskan, secara struktur genetik, NB.1.8.1 tak jauh berbeda dari Omicron.
Namun ia mencatat adanya mutasi pada protein lonjakan (spike protein), yang memungkinkan virus ini menyebar lebih cepat atau bahkan menghindari kekebalan yang sudah terbentuk.
“Meskipun demikian, tanda-tanda awal menunjukkan bahwa virus ini tampaknya tidak menyebabkan penyakit yang lebih serius. Tapi tentu saja, kami masih mempelajari lebih lanjut tentang virus ini,” ujar Dr. Tang.
Varian Nimbus menyebar melalui droplet dari batuk, bersin, atau bahkan percakapan dekat.
Virus juga dapat bertahan di udara pada ruang yang tidak berventilasi baik.
Hal ini menegaskan pentingnya kedisiplinan memakai masker, menjaga ventilasi, dan memperbarui vaksinasi.
Meskipun risiko kematian tak meningkat secara drastis, para ahli meminta masyarakat tetap waspada, terutama bagi kelompok rentan.
Virus ini merupakan turunan dari varian Omicron yang kini telah dilaporkan menyebar ke lebih dari 22 negara, termasuk China, India, Hong Kong, Australia, hingga beberapa negara bagian di Amerika Serikat. (Sumber : Kompas TV)