Yusril Ihza Mahendra: Jangan Tanggung-tanggung, Gugat Menpora Rp 10 Trilyun !
Jakarta,IJN.CO.ID – Akibat sanksi FIFA dan pembekuan PSSI, banyak pemain sepakbola dirugikan secara materiil dan immateriil,sebaiknya mereka menuntut secara Perdata kerugian yang dialami.”Tidak usah menunggu inkracht , karena hukum bisa secara simultan dan jangan tanggung-tanggung gugat Menpora Imam Nahrawi, minta ganti rugi Rp 10 Trilyun !” tegas pakar hukum Yusril Ihza Mahendra.
Disarankan kepada para pemain, pelatih, wasit, dan ofisial klub menggugat Menpora Imam Nahrawi secara perdata ke Pengadilan.
Gugatan perlu dilakukan karena Imam Nahrawi dianggap mematikan penghasilan mereka melalui SK pembekuan PSSI Nomor 1307.
“Menpora itu bisa digugat lewat perdata karena menimbulkan kerugian pada orang lain. Orang yang merasa dirugikan, ramai-ramai saja gugat Menpora ke Pengadilan. Karena nilai kerugian yang dialami materiil dan immateriil, misal pemain dapat honor dan bonus dari kompetisi. Akibat dibekukan, penghasilan hilang dan mereka jadi pengangguran serta menderita batin. Itu Menpora bisa pusing itu,” ujar Yusril Ihza di kantor hukum Ihza & Ihza Law Firm,Kasablanca Office Tower, Jakarta, Rabu (8/7).
Dijelaskan Yusril, jika ingin menggugat Menpora ke Pengadilan Negeri (PN) secara perdata, tak perlu menunggu putusan inkracht terkait SK Pembekuan PSSI dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
“Tidak usah menunggu putusan inkracht dari PTUN, langsung saja ke PN untuk gugat perdata karena kerugian sudah nyata. Kalau Menpora kalah di perdata, siapa yang akan ganti rugi. Jadi jangan lama-lama, gugat aja, misal ada seribu pemain menggugat Rp 1 triliun akibat kerugian selama ini,” jelasnya.
Di sisi lain, Yusril menilai Menpora Imam Nahrawi telah bertindak melawan hukum. Pasalnya, putusan sela yang dikeluarkan PTUN terkait SK Pembekuan PSSI tidak dijalankan. “Apapun putusan Pengadilan, itu harus dipatuhi. Namanya putusan, baik itu sela, revisi maupun akhir, semuanya punya keputusan yang sama,” jelasnya.
Dia mengatakan, dengan putusan sela yang dikeluarkan PTUN, maka secara otomatis SK Pembekuan yang dikeluarkan Menpora untuk PSSI tidak berlaku dan tidak sah. Selanjutnya, organisasi PSSI tetap bisa melakukan aktivitasnya secara normal. “Saya heran apa kepentingan Menpora dengan kondisi ini, terlebih lagi tindakan ini menimbulkan banyak kerugian. Karena itu, Presiden harus bertanggung jawab karena Menteri hanya pembantunya. Di sini Presiden haruspunya visi penegakan hukum. Maka kondisi ini tidak sehat bagi penegakan hukum dan sudah selayaknya dipatuhi,” tegas Yusril. (*/jef)