Published On: Sen, Agu 21st, 2017

WNI Eks ISIS Jangan Dibiarkan Menggelar Aktivitas Radikal

Share This
Tags
ilustrasi (foto:Ist)

ilustrasi (foto:Ist)

JAKARTA,IJN.CO.ID – Pengamat terorisme Al Chaidar meminta aparat tak memberi celah pada warga negara Indonesia eks relawan ISIS. Mereka tak boleh dibiarkan menggelar aktivitas radikal yang berpotensi mengancam keamanan nasional.

“Begitu mereka aktif melakukan kegiatan-kegiatan, memasang bendera, mengumpulkan massa, menyebarkan ide radikal atau bahkan mengasah senjata, langsung dicokok. Diamankan. Jangan segan-segan,” tegas A Al Chaidar tegas Al Chaidar seperti dilansir Media Indonesia, Senin 21 Agustus 2017.

Sebelumnya, Panglima Kodam Udayana Mayjen Komaruddin Simanjuntak menyatakan terdapat ratusan mantan anggota ISIS yang pulang kampung. Sebanyak 50 tinggal di Bali, 25 orang di Nusa Tenggara Timur, dan sekitar 600 orang lainnya berada di Nusa Tenggara Barat.

Komaruddin mengatakan TNI bersama Polri telah mengetahui posisi semua anggota ISIS tersebut. Mereka akan tetap dibuat ‘tertidur’ atau nonaktif demi stabilitas nasional.

Al Chaidar menilai membuat mantan pejuang ISIS itu menjadi sel tidur sama sekali tak cukup. Mereka juga harus dilibatkan dalam program deradikalisasi yang komprehensif dan dipastikan tidak berjejaring lagi dengan ISIS.

“Kalau sel tidur, sewaktu-waktu bisa diaktifkan dan berbahaya. Sebaiknya memang deradikalisasi, tapi karena sulit dan kerap tidak efektif, saat ini harus dimonitor. Dibuat supaya enggak bisa melakukan apa-apa,” ucap Al Chaidar.

Program pendampingan

Program deradikalisasi memang beberapa kali menjadi sorotan karena dinilai belum efektif menyadarkan narapidana terorisme. Hal itu antara lain terlihat dari aksi terorisme yang beberapa di antaranya dilakukan mantan napi kasus yang sama.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berulang kali menolak anggapan program deradikalisasi sepenuhnya gagal. Pemerintah pun terus mengupayakan bentuk-bentuk kegiatan yang diperkirakan lebih mampu mengentaskan napi dari paham terorisme. Contohnya, melalui kegiatan pengembangan potensi bisnis dan kewirausahaan bagi mantan napi terorisme dan keluarganya.

Kementerian Sosial dan BNPT sebagai fasilitator mempersilakan para mantan napi dan mantan kombatan organisasi teroris memilih bidang pemberdayaan sesuai minat mereka.

“Kami mempersilakan untuk mencari format yang tepat bagi mereka. Kami juga akan memberikan pendampingan,” ungkap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, dalam pertemuan tentang program deradikalisasi, di Tanjung Kodok Beach Resor (TKBR), Lamongan, Jawa Timur, kemarin.

Kemensos juga bisa memfasilitasi keluarga napi terorisme untuk mendapatkan kartu Indonesia sehat (KIS) dan kartu Indonesia pintar (KIP). Demikian pula untuk mendapatkan kartu keluarga sejahtera (KKS) yang merupakan bagian dari program keluarga harapan (PKH).

Khoirul Ihwan, salah satu mantan napi terorisme, mengaku sebagai mantan kombatan tidak mudah baginya bersama keluarga bisa mengawali hidup dan berbaur dengan masyarakat luas. Beban mereka semakin berat bila dibiarkan berjuang sendirian.

“Kami butuh pendampingan dan pelatihan keterampilan agar bisa mandiri,” ujarnya kepada Media Indonesia.

Khoirul mengapresiasi program yang ditawarkan pemerintah. Ia berharap akan ada pelatihan budi daya hidroponik dalam salah satu kegiatan pemberdayaan dari Kemensos dan BNPT tersebut.(IJN)