Warga Indonesia Berbisnis Tempe di Yunani
Athena,IJN.CO.ID – Tempe tak kenal krisis ! Buktinya saat ekonomi Yunani terpuruk,termasuk warga Indonesia, yang berjumlah sekitar 900 orang di negara itu. Ngadinem Sansuwito salah satunya. WNI yang sudah sebelas tahun sebagai pekerja rumah tangga di Yunani itu memanfaatkan keahliannya membuat tempe, tahu, dan telur asin untuk menambah pemasukan sejak gajinya dipotong 25 persen akibat krisis keuangan yang melanda negeri itu tiga tahun lalu.
“Lumayanlah, bisa dapat 300-400 euro (sekitar Rp 4,5-6 juta) per bulan,” katanya saat dihubungi Tempo lewat percakapan online, Jumat, 3 Juli 2015. Satu potong tempe ia jual sekitar 1,5 euro (sekitar Rp 22 ribu), sedangkan tahu dia jual 8 euro (sekitar Rp 118 ribu) per kilogram.
Dagangannya tersebut dijajakan kepada sesama warga Indonesia di Yunani. Selain itu, ia menerima pesanan lewat laman Facebook “Tempe Sidodadi”. Namun ia membatasi pesanan lewat online. Sebab, “Bisa kebanjiran pesanan,” ujarnya.
Wanita asal Cilacap itu mengaku beruntung karena majikannya sudah menyiapkan gajinya sebelum bank-bank di Yunani ditutup. “Banyak teman saya yang belum gajian bulan ini,” tuturnya. Rata-rata gaji pekerja rumah tangga adalah 500-700 euro (Rp 7,4-10 juta).
Selain Ngadinem, ada Sutarno, 44 tahun, yang sudah bekerja pada orang Yunani sejak 1992 di Jakarta. Setelah majikannya meninggal pada 2008, ia ikut cucu sang majikan dan tinggal di Yunani. Sutarno mengajak istrinya juga.
Sebelum krisis, pembayaran gaji berjalan lancar. Setelah mulai krisis tiga tahun lalu, gajinya mulai dipotong. Khusus bulan ini, ia belum menerima gaji. Gaji beberapa temannya sesama WNI bahkan dipotong separuh. Ada pula yang sudah tiga bulan tidak menerima gaji.
Mereka juga tidak dapat mengirim uang ke Tanah Air karena kantor pengiriman uang, salah satunya Western Union, tutup. “Serba susah,” ucap Sutarno, yang juga Ketua Ikatan Kerukunan Keluarga Indonesia di Yunani, seperti dilansir dari Tempo.com.
Menurut Sutarno, kesulitan akibat krisis ekonomi tidak terlalu dirasakan dalam kehidupan keseharian, meski penarikan uang dari mesin otomatis dibatasi hanya 60 euro (sekitar Rp 887 ribu) per hari.
“Biaya hidup relatif murah, apalagi bagi masindo (masyarakat Indonesia) yang ikut majikan. Jika di luar, transportasi gratis, harga makanan tetap biasa, buah murah, makanan lainnya banyak diskon,” kata Sutarno. “Cuma uang yang tidak ada.” (*/IJN)