Published On: Kam, Jun 4th, 2015

Terheboh Pekan Ini: Sepp Blatter “Good Bye” FIFA

Share This
Tags
FILE - In this Monday June 8, 1998 file photo, Switzerland's Sepp Blatter next to a replica of the World Cup trophy, waves after being elected FIFA president, the world's soccer governing body, in Paris. FIFA has been routinely called “scandal-plagued” for much of Sepp Blatter’s 17-year presidential reign. Blatter has never been implicated in personal corruption, though FIFA has often seemed relaxed about wrongdoing linked to senior officials. Blatter is bidding for a fifth term on May 29, 2015.  (AP Photo/Francois Mori, File)

FILE – In this Monday June 8, 1998 file photo, Switzerland’s Sepp Blatter next to a replica of the World Cup trophy, waves after being elected FIFA president, the world’s soccer governing body, in Paris. FIFA has been routinely called “scandal-plagued” for much of Sepp Blatter’s 17-year presidential reign. Blatter has never been implicated in personal corruption, though FIFA has often seemed relaxed about wrongdoing linked to senior officials. Blatter is bidding for a fifth term on May 29, 2015. (AP Photo/Francois Mori, File)

IJN.CO.ID –Sepp Blatter dikenal sebagai sosok yang ramah dan terbuka. Namun kubu lainnya menuding dia sebagai pemimpin yang tidak suka oposisi. Ia tak segan mendepak rekannya dari FIFA yang terlalu kritis mempertanyakan kebijakannya.
Suatu ketika ia dimintai pendapat mengenai media Inggris dan Jerman yang terlalu keras mengkritik kinerja FIFA. Dengan ringan Blatter menjawab, “Saya memaafkannya, tapi tidak melupakannya.”
Tujuh belas tahun bukan masa yang pendek untuk memimpin sebuah organisasi internasional sekelas Fédération Internationale de Football Association (FIFA). Selama lima periode itu posisi Sepp Blatter sebagai Presiden FIFA tak tergoyahkan. Tak ada yang menyangka jika pada Selasa, 2 Juni 2015 waktu Zurich, Swiss, pria berusia 79 tahun itu memutuskan untuk melepas jabatannya. Padahal, enam hari sebelumnya Kongres FIFA sepakat menunjuknya kembali sebagai presiden.

Keputusan mundur tidak lepas dari skandal korupsi di tubuh FIFA. Penangkapan tujuh pejabat teras pada 27 Mei lalu, sebelum kongres berjalan, seolah menjadi pertanda bakal suramnya FIFA di bawah kepemimpinan Blatter.

Lahir 10 Maret 1936 di kawasan pegunungan Alpine, tepatnya di Kota Visp, Swiss, Joseph S. Blatter berasal dari keluarga sederhana. Namun di mata rekan-rekan sekolahnya, Blatter sangat spesial. Blatter merupakan satu-satunya anak yang mempunyai kesempatan bermain sepak bola secara profesional pada masa itu.

Usai menempuh pendidikan, Blatter meniti karier yang tidak biasa bagi seorang warga Swiss pada 1960-an. Ia mengikuti wajib militer dan sempat mencicipi pangkat kolonel. Pria yang fasih berbahasa Jerman, Prancis, Spanyol, dan Italia ini kemudian bekerja di perusahaan jam, lantas mengurusi manajemen sebuah federasi olahraga hoki di Swiss.

Tahun 1975 menjadi momen penting bagi Blatter. Ia bergabung bersama FIFA dan dipercaya memegang jabatan sebagai Direktur Teknik. Kariernya makin menanjak. Puncaknya pada 1998 ia terpilih sebagai Presiden FIFA menggantikan João Havelange. Warga Swiss amat bangga ketika Blatter sukses memimpin sebagai Presiden FIFA.

“Kami senang ada warga negara kami menjadi presiden di sebuah organisasi internasional,” kata seorang anggota parlemen Swiss, Roland Buechel, kala itu. Bahkan, sekolah tempat Blatter belajar memberikan apresiasi dengan cara mengganti nama sekolah menjadi Blatter
Pihak sekolah bahkan memasang foto Blatter di aula sekolah. Editor olahraga dari koran lokal Walliserbote, Hans Peter Berchtold, menyatakan Blatter dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan mudah didekati.
Cobaan mulai datang ketika isu korupsi menghampiri FIFA. Berchtold mengatakan rekan terdekat Blatter bisa “merasakan” tudingan itu. “Semua orang tahu ada masalah dengan FIFA, tapi bukan berarti semua harus ditanggung oleh Blatter,” ucap Berchtold.

Di balik tudingan suap dan korupsi, ada banyak sumbangsih Blatter terhadap kemajuan sepak bola internasional. Salah satunya adalah perhelatan Piala Dunia di tanah Afrika. Di era Blatter, FIFA amat rajin melakukan promosi ke berbagai negara untuk mempopulerkan olahraga sepak bola serta berkomitmen untuk terus bereformasi.(BBC/TNT?IJN)