SP JICT Diskusi “Membongkar Carut Marut PELINDO II”
Jakarta, IJN.CO.ID – Kasus pembelian 3 Quay Crane dan pengadaan 10 mobile crane di Pelindo II yang menjerat RJ Lino, kini telah ditetapkan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Indikasi yang dikatakan mantan Kepala Bareskrim Budi Waseso yang merugikan negara Rp. 3,1 triliun ini malah justru menjadi bumerang bagi Budi Waseso sehingga dilengserkan menjadi Kepala BNN.
Dalam tata kelola perusahaan yang ada di PT Pelindo juga dinyatakan buruk ketika yang telah dilakukan RJ Lino sebagai Direktur Utama. Terlihat dari upaya pembiayaan melalui berbagai pinjaman yang penyelesaiannya dengan melakukan pinjaman baru yang terindikasi dari laporan Dewan Komisaris tanggal 31 Juli 205 yang menyatakan dana global bond Pelindo II Rp. 21 triliun dipakai untuk membayar hutang pinjaman indikasi bank asing sebesar Rp. 6,7 triliun. Senin, (21/12/2015), di Bumbu Desa, Jakarya Pusat.
Muhamad Firmansyah Sekjen SP JICT mengatakan, “Kami mendesak presiden Jokowi untuk mencopot menteri BUMN sesuai dengan pansus angket Pelindo II yang merekomendasikan pansus I Dalam rekomendasi pansus angket I ada 7 rekomendasi yakni pembatalan kontrak terhadap Pelindo, sehingga pada tahun 2016 JICT kembali ke negara ini. Karena ini pansus angket jadi hal ini harus disikapi. Selain itu juga terhadap kasus tenagakerjaan.” Ujarnya.
Untuk perpanjangan kontrak JICT yang ditandatangani 5 Agustus 2014 tidak hanya melanggar Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, namun juga terindikasi merugikan negara sampai Rp. 36 triliun. Perpanjangan tersebut terdapat indikasi terjadi manipulasi informasi dan data yang diwujudkan dalam bentuk Financial Engineering.
Nova Sofyan Hakim selaku Ketua Umum SP JICT juga mengatakan, “Rekomendasi ini sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita Presiden RI yang menjadikan pelabuhan menjadi poros kemaritiman. Ini merupakan tujuan dari Nawacita. Kalau kasus Pelindo II ini sebetulnya bukan politis. Tetapi ketika ada penggeledahan baru menjadi politis.” Ucapnya dalam tanya jawab di preskom.
Disini RJ. Lino bahkan tidak mempertimbangkan kepentingan nasional dalam memperpanjang kontrak JICT karena faktanya JICT merupakan aset negara yang menguntungkan serta pengelolaannya sudah dilakukan dengan baik oleh putra putri Indonesia.
“Bangsa Indonesia mampu mengelola sendiri tanpa ada campur tangan pihak asing. Jadi memang kami sangat yakin kami mampu mengelola ini. Tentunya kita juga harus taat terhadap peraturan yang berlaku. Sebetulnya dari dulu JICT ini sudah dikelola anak bangsa sendiri. Tetapi karena adanya krisis moneter maka ini dilimpahkan ke pihak asing,” lanjut Nova.
“Untuk itu SP JICT menyampaiakan beberapa hal yang diantaranya agar penegak hukum bisa mengungkap kasus Pelindo II lainnya yang terindikasi merugikan negara, meminta Direksi JICT membatalkan sangsi dan mengembalikan hak terhadap pekerja JICT yang diberikan tanpa melalui aturan perusahaan dan ketentuan perundangan, serta mendesak Presiden RI Jokowi untuk berani melaksanakan rekomendasi Panitia Khusus Angket Pelindo II karena kesalahan pengelolaan Pelindo II yang terungkap saat persidangan Pansus Pelindo II yang sudah terang.”lanjut Nova.
“Kita juga tau dan beliau juga mengakui dan ini seharusnya tidak boleh terjadi. Tetapi ini adalah merupakan penegakan hukum dan harus dilaksanakan tanpa memandang itu. Kami kan hanya menyampaikan pelaksanaan pansus I. Kemungkinan setelah breses mungkin ada pansus-pansus lain,” tutup Nova.
(Diana)