Jakarta,IntiJayaNews.com – Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tumbuh 12,8% pada tahun 2026. Target ini jauh di atas proyeksi pertumbuhan alami (natural growth) penerimaan pajak yang hanya sebesar 7,9%.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai upaya mencapai target tersebut menuntut langkah ekstra dari pemerintah. Salah satu kebijakan yang diperkirakan akan ditempuh adalah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan berlaku untuk semua jenis barang. “Jika mengacu pada RAPBN 2026, ada usaha tambahan sebesar 4,9% di luar pertumbuhan alami. Ini indikasi pemerintah bakal mencari cara lain, salah satunya lewat kenaikan tarif PPN,” ujar Huda dalam pernyataan tertulis, Minggu (17/8).
Ia menambahkan, bila dihitung dari Outlook 2025, tambahan usaha yang dibutuhkan pemerintah mencapai 5,1%. “Ada kekhawatiran, usaha lebih ini diambil dengan menaikkan tarif PPN menjadi 12% untuk semua barang, bukan hanya barang mewah,” ucapnya.
Huda mengingatkan, skema tersebut berpotensi menekan konsumsi masyarakat, mengingat PPN dikenakan secara luas pada barang dan jasa. Dampaknya, daya beli masyarakat bisa terganggu jika pemerintah tidak menyiapkan kompensasi yang memadai. Dengan menggunakan proyeksi pertumbuhan alami perpajakan, penerimaan negara pada 2026 diperkirakan mencapai Rp2.576 triliun.
Namun, dengan kebutuhan belanja sebesar Rp3.786,5 triliun, maka defisit anggaran berpotensi tembus Rp1.200 triliun atau lebih dari 5% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Jika tidak ada efisiensi belanja pemerintah, risiko pelanggaran terhadap UU Keuangan Negara bisa muncul. Karena itu, pemerintah wajib mempertimbangkan efisiensi, termasuk pada program bantuan sosial,” jelas Huda.
Salah satu program yang akan menyedot porsi besar anggaran adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Anggaran program tersebut melonjak signifikan, dari Rp71 triliun pada 2025 menjadi Rp335 triliun di 2026, atau meningkat lebih dari 350%.
Program MBG ditargetkan menjangkau 82,9 juta penerima manfaat, termasuk siswa, ibu hamil, dan balita. Melalui program ini, pemerintah berharap dapat menyediakan asupan gizi optimal bagi masyarakat di seluruh pelosok negeri.
Menurut Huda, pemerintah perlu menyeimbangkan kebutuhan belanja prioritas dengan strategi penerimaan negara. Jika tidak, kenaikan tarif pajak dapat menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat yang justru mengurangi efek positif dari belanja negara. Ia menekankan pentingnya transparansi dalam menyusun kebijakan fiskal.
“Kenaikan PPN harus diikuti dengan langkah perlindungan sosial yang jelas, agar tidak menimbulkan kesenjangan atau menekan konsumsi rumah tangga,” pungkas Huda.(Sumber: sindo.com)