Kondisi Ekonomi Kurang Baik, DPR: Naikkan PPN Jadi 12 Persen Perlu Dipertimbangkan
Jakarta,IntiJayaNewscom – Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan, rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 perlu dipertimbangkan.
Karena menurutnya, saat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dibentuk pada tahun 2021, asumsi yang digunakan saat itu adalah pada tahun 2025 diperkirakan ekonomi sudah pulih bahkan meningkat.
“Tapi nyatanya dari seluruh indikasi indikasi yang ada kondisi ekonomi kita saat ini sedang kurang baik,” kata Anis dalam keterangan persnya, dikutip Jumat 22 November 2024.
“Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan, tren ini dimulai pada Mei 2024 dengan deflasi kecil sebesar 0,03 persen, diikuti 0,08 persen, pada Juni, 0,18 persen pada Juli, 0,03 persen, pada Agustus, dan 0,12 persen pada September, deflasi menjadi sinyal daya beli masyarakat yang melemah,” lanjutnya.
Terlebih data Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III tahun 2024 melambat di angka 4,95 persen year on year (yoy). Konsumsi rumah tangga melambat, hanya naik 4,91 persen (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,93 persen.
Ia juga mengungkapkan laporan BPS yang menunjukkan proporsi kelas menengah pada 2024 tercatat sebesar 47,85 juta jiwa, melorot dibandingkan periode prapandemi COVID19 pada 2019 yang mencapai 57,33 juta jiwa. sebanyak 9,48 juta kelas menengah kita turun kelas.
“Sebaliknya, kelompok aspiring middle class atau kelas menengah rentan menunjukkan peningkatan jumlah, yakni dari 128,85 juta jiwa pada 2019 menjadi 137,5 juta jiwa pada tahun 2024,” ungkapnya.
Selain itu, kata Anis, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh INDEF terkait skenario kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebanyak 12 persen akan mengakibatkan kontraksi pada perekonomian Indonesia.
“Kenaikan PPN akan berdampak negatif terhadap ekonomi mulai dari dampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi, naiknya inflasi, turunya konsumsi rumah tangga, dan minusnya ekspor serta impor,” katanya menambahkan.
Sumber: SinPo.id/jef