Komunitas China Town Art Culture Diresmikan
JAKARTA,IJN.CO.ID – Budaya Tionghoa (China) seperti Gotong Toapekong (Kirab Budaya), Cap Go Meh, Barongsay, Koko Cici dan Pasar Malam merupakan ciri khas Jakarta Barat. Budaya ini setiap tahun digelar di Glodok, ini merupakan kebanggaan warga Jakarta Barat dan perlu dilestarikan.
Hal itu dikatakan Walikota Jakarta Barat, saat meresmikan Komunitas China Town Art Culture, Rabu 27 Januari 2016 yang berlangsung di Gedung Chandra Jalan Pancoran Glodok.
“Dulu setiap ada pasar malam mertua minta dibelikan ikan Bandeng. Karena pada saat itu ikan bandeng yang besar pasti ada. Kalau ikan bandeng nggak dibeliin jangan pulang kalau nggak mau kena omelan mertua”, ujar Anas Efendi.
Budaya Tionghoa (China) telah mengalami proses asimilasi dengan budaya lokal, maka untuk mempertahankan budaya tersebut warga keturunan Tionghoa membentuk suatu perkumpulan yang disebut Komunitas China Town Art Culture.”Sebagai wadah pemersatu keragaman budaya di kawasan Pecinan Glodok Jakarta Barat,” ujar Anas Efendi.
Sementara itu, Bun Kiat Pendiri Komunitas China Town Art Culture mengatakan, komunitas China Town Art Culture adalah sebagai perkumpulan warga yang peduli akan seni dan budaya di kawasan Pecinan Glodok tanpa mengenal etnis tertentu dan perbedaan agama maupun keturunan dalam komunitas ini.
Selanjutnya Bun Kiat mengatakan pada bulan Februari tahun 2016 ini akan menggelar perayaan Cap Go Meh di kawasan Pecuinan Glodok Kecamatan Tamansari Jakarta Barat dengan menggandeng Pemkot Administrasi Jakarta Barat.
Kegiatan komunitas ini bukan hanya dikembangkan tapi kegiatan ini sebagai seni budaya yang lain sehingga menjadi perkembangan ekonomi kreatif bagi masyarakat dalam menunjang program pemerintah menuju Ikon dunia pariwisata Indonesia.
Sejarah Singkat tentang pecinan Glodok
Sejarah masuknya warga negara RRC Republik Rakyat China pada zman colonial belanda. Saat itu terjadi kekerasan antar etnis bauik etnis pendatang mupun etnis lokal.Kemudian diputuskan pemerintah kolonial belanda bahwa sebagai salah satu sarat untuk berakirnya kekerasan semua keturunan tionghoa dipindah ke pecibnan diluar batas Batavia yang kini menjadi Glodok.
Ini membuat orang Belanda mudah mengawasi orang Tionghoa dan untuk pergi dan berpergian meninggalkan pecinan dibutuhkan tiket khusus. Namun pada tahun 1743 sudah ada ratusan pedagang keturunan tionghoa yang bertempat tinggal didalam kota Batavia .Orang keturunan Tionghoa yang dibawah pimpinan Khe Pan Jang mengungsi ke Jawa Tengah dan mereka menyerang berbagai pos perdagangan Belanda bergabung dengan Sultan Mataram Pakubuwana II . Meski perang telah selesai tahun 1743 selama 17 tahun lebih masih terjadi konflik di Jawa. (Johan)