Gotong Toapekong Tontonan Mengasikan, Ratusan Tandu dan Tangsin Menunjukan Kebolehan
JAKARTA,IJN.CO.ID – Gotong Toapekong menjadi tontonan yang menarik, betapa tidak kegiatan ini menimbulkan kemacetan panjang mulai dari jalan.Hayam Wuruk-Gajah Mada dan sampai kawasan Kota Tua Jakarta Barat, mencapai berjam-jam akibat Kirab Budaya Gotong Toa Pek Kong,Minggu (22/10).
Kegiatan Gotong Toapekong yang diselenggarakan dalam ulang tahun vihara (Fat Cu Kung) melibatkan ribuan massa, yang semula akan dilepas Wagub DKI Jakarta, pukul 13:00 namun urung sehingga molor beberapa jam.
Kirab yang diikuti dari berbagai regu kesenian dan tradisi,sejak pagi sudah memadati Jl. Kemenangan III, Kelurahan Glodok,Kecamatan Tamansari Jakarta Barat. Kirab ini melintasi Jl.Asemka- Jl.Kali Besar- Jl.Pos Kota- Jl.Pintu Besar Selatan dan Jl.Gajah Mad. Kemudian memutar di Jl.Olimo-Jl.Gajah Mada-Jl.Petak Sembilan dan kembali ke Jl.Kemenangan sampai tadi petang lalulintas baru bisa cair.
Gotong Toapekong, selain diselenggarakan pada hari ulang tahun dewa seperti yang diselenggarakan vihara Fat Cu Kung ini diikuti dari berbagai vihara disejumlah daerah,dan disemarakan dengan tari barongsay, liong dan ondel-ondel.
Pawai budaya ini .diikuti pula dari berbagai vihara disejumlah daerah,yakni Jakarta, Medan, Kalimantan dan lainnya dan disemarakan dengan tarian barongsay, liong, ondel-ondel dan Tansing (orang pintar).
Replika dewa tersebut yang digotong ini setelah melakukan acara ritual para tangsin (orang pintar) di dalam ruang vihara.itu para tangsin yang kerasukan dipercaya sebagai media dewa untuk berkomunikasi dengan manusia. Para tangsin ini juga tidak ragu-ragu untuk menggoreskan tubuhnya dengan senjata tajam sampai memotong lidahnya, atraksi ini berlangsung dari ritual sampai pawai selesai
Joli itu juga tidak hanya digotong oleh kelompok laki-laki, ada juga dari kelompok wanita, tua dan muda.
Joli tersebut digotong dan diputar-putar sambil digoyang-goyangkan diiringi lagu khas dan para penggotongnya meneriaki hoyya ye..aaaaa, ye…aaa diiringi dengan suara tambur dan kempreng.
Selain replika dewa yang digotong oleh puluhan kelompok laki-laki, kelompok wanita tua muda, ada pula dari WNA Denmark ikut menggotong toapekong termasuk beberpa wanita tua.”Hay..ya….Memeh esay..ooo.., inget punya tenaga, jangan nanti Mmeh digotong punya, bukan Memeh gotong toa pek kong (Nenek hebat bisa menggotong Toa Pek Kong, tapi ingat tenaganya, jangan sampai nenek nanti yang digotong bukan menggotong Toa Pek Kong- Red).”kata Kim Pheng, sambil mengangkatkan telunjuk ibujarinya ke nenek penggotong Toa Pek Kong.
Replika dewa yang digotong ini setelah melakukan acara ritual para tangsin (orang pintar) di dalam ruang vihara. Para tangsin kerasukan dipercaya sebagai media dewa untuk berkomunikasi dengan manusia.Para tangsin ini tidak ragu-ragu untuk menggoreskan tubuhnya dengan senjata tajam sampai memotong lidahnya., atraksi ini berlangsung dari ritual sampai pawai selesai.
Setiap replika dewa melintas, pengunjung dipinggir jalan memberikan persembahan dengan kedua tangannya dirapatkan dan menundukan kepala, sebagai rasa hormat meminta keselematan.”Doa yang disampaikan tergantung dari keinginan masing-masing.”Pao Yo Ping An artinya agar diberi perlindungan dan diselamatkan sekeluarganya.”kata Kim Pheng
Bahkan ada pula yang memberikan Ang Pao (Ang=merah Pao=amplop) berisi uang atau mengelus-ngelus bambu penggotong Dan setiap beberapa puluh meter joli tersebut digoyang-goyangkan dan para penandunya berputar, serta meneriakan
ye….aaaaa, ye…aaa diiringi dengan suara tambur dan kempreng.
Gotong Toa Pek Kong yang melibatkan ribuan orang ini sempat memacetakan lalulintas beberapa jam, termasuk Bus Trans Jakarta (Bus Way) sejak dilepas dari Jl.Keadilan III-Jl.Pintu Kecil-Jl.Asemka-Jl.Pintu Besar Selatan-Jl.Hayam Wuruk-Jl.Mangga Besar-Jl.Pinangsia Raya kembali ke tempat semula.
Patung dewa yang disembah umat Khong Khu Cu cukup banyak, setiap vihara diiisi sejumlah para dewa antara lain dewa Thian Kauw Ciang Kun (dewa pengobatan) yang dikawal Anjing Langit, Ma Tjo Pho (Dewi Samudra),Kwan Ceng Tee Kun (Dewa Pengusir kejahatan),Pauw King (Dewa keadilan) serta Kuan Im (Dewi Werlas Asih).
Gotong Toa Pek Khong kembali bisa dilakukan sekitar tahun 2000. Karena sejak 1965-1998 kegiatan seni budaya dan tradisi China dilarang dirayakan di depan umum termasuk Imlek, Namun melalui instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967. Kegiatan ini diizinkan kembali.
Bahkan Presiden menindaklanjutinya mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai tahun 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional. (Johan)