Forum Zakat Minta Umat Islam Aman Beribadah dan Mendirikan Mesjid
JAYAPURA, IJN.CO.ID – Rabu (29/7) malam menjadi hari yang bersejarah bagi muslim
Tolikara dan komunitas Nasrani di Papua secara umum. Berlokasi di
Sekretariat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua, Jayapura,
dilakukan pertemuan antara pihak muslim Tolikara dan pemimpin Gereja
Injili di Indonesia (GIDI). Komunitas muslim di Tolikara diwakili oleh
Ali Mukhtar, imam Masjid Baitul Muttaqin yang hangus terbakar.
Sementara pihak gereja hadir Presiden GIDI, Pdt Dorman Wandikbo
beserta jajaran pemimpin gereja, termasuk GIDI Wilayah Tolikara.
Pertemuan dalam rangka mediasi perdamaian itu diinisiasi oleh Ketua
FKUB Papua, Pdt Lipiyus Biniluk dan Ketua PW Nahdlatul Ulama Papua,
Dr. Tony Wanggai. Hadir dalam forum itu, perwakilan komunitas gereja,
dan tokoh agama-agama di Papua. Diawali dengan pengantar oleh Pdt
Lipiyus, bahwa pertemuan itu sangat penting dilakukan sebab berita
yang beredar telah membuat masalah di Tolikara semakin keruh. Maka,
rembug perdamaian menghadirkan pihak yang terkait langsung menjadi
sangat penting.
Imam Masjid Baitul Muttaqin (yang telah hangus terbakar) Ali Mukhtar,
menyatakan, puluhan tahun sudah dia hidup di tanah Papua, tidak pernah
ada sengketa agama dengan gereja manapun. “Saya sudah kenal lama
dengan pemimpin GIDI di Tolikara, tak ada masalah. Papua tanah damai,”
ujar Pak Imam.
Presiden GIDI menegaskan bahwa pihaknya menyesalkan seluruh kejadian
di Tolikara. “Kita semua adalah korban, setelah ini banyak umat GIDI
di beberapa daerah yang mengalami intimidasi. Kami menyesalkan semua
kejadian kemarin,” paparnya. GIDI siap melakukan perdamaian sampai
seterusnya.
Setelah dua pihak bicara hati ke hati, Pdt Lipiyus Biniluk meminta
semua berdamai. “Mari kembalikan kepada pihak di Tolikara, ini bisa
diselesaikan secara adat Papua,” ujar Pdt Lipiyus. Ketua PW NU Papua,
Dr Tony Wanggai juga menyatakan hal sama. Selain itu, Tony Wanggai
meminta agar seluruh kesepakatan bisa dituangkan secara tertulis dan
disebarkan kepada khalayak.
Menjelang tengah malam, mereka membentuk Tim Sebelas, yang terdiri
dari perwakilan GIDI Tolikara, muslim Tolikara dan tokoh lintas agama.
Mereka merumuskan naskah perdamaian yang lebih substantif dan akan
berusia lama, agar kejadian sama tak terulang lagi, di seluruh Tanah
Papua.
Kesepakatan penting yang dihasilkan di antaranya adalah: Pertama,
penyelesaian masalah di Tolikara akan dilakukan secara adat. Forum
menganjurkan agar proses hukum kepada pihak yang ditahan, bisa
ditangguhkan. Kedua, pihak gereja akan memberikan kebebasan beribadah
kepada umat Islam Tolikara, termasuk proses pembangunan masjidnya.
Ketiga, semua pihak siap menjaga kondisi kehidupan yang harmonis,
penuh persaudaraan dan toleransi.
Pertemuan ditutup dengan doa. Dibacakan oleh imam masjid, Ali Mukhtar,
dalam bahasa Arab dan Indonesia, meminta agar hati semua yang hadir
dibersihkan dari kebencian, dan perseteruan. Para pendeta, bikhu, dan
pemimpin agama lain, mengaminkan dalam syahdu.
Sekretaris Eksekutif Forum Zakat Nasional (FOZ Nas), Amin Sudarsono,
turut hadir dalam acara mediasi tersebut. Amin berharap agar
pembangunan masjid nanti aman dan lancar. “Malam ini, saya merinding.
Menyaksikan mereka yang dituduh bertikai, bisa duduk bersama dalam
satu lingkaran. Mari aminkan perdamaian di Papua, diiringi kebebasan
beribadah semua umat dan keamanan tempat ibadahnya,” kata Amin.
Koordinator Sinergi Tolikara dari FOZ Wilayah Papua Raya, Andi
Mangewai, berharap agar usai perjanjian perdamaian itu, seluruh proses
pembangunan masjid di Tolikara bisa berjalan lancar. Saat ini melalui
Sinergi FOZ telah terkumpul sekitar Rp 2 miliar, sumbangan dari umat
Islam seluruh Indonesia melalui lembaga zakat, ormas Islam, masjid dan
komunitas Islam.
“Bantuan itu harus segera kami berikan kepada muslim di Tolikara.
Dengan pijakan naskah perdamaian ini, kami lebih mudah menyalurkan
pembangunan masjid dan pemberdaźgyaan ekonomi di Tolikara,” kata Andi.[fidel]