FAO: Perdagangan Buah Tropis Meningkat, Mangga Jadi Rebutan

Foto: Istimewa

Jakarta,IntiJayaNews.com – Perdagangan buah tropis dunia pada 2024 menyentuh rekor baru senilai US$ 11,3 miliar atau sekitar Rp 1803,96 triliun (US$1=16.285), meningkat 3,5%  dibandingkan 2023 .

Demikian laporan Badan Pangan Dunia (FAO) 2025.

Nanas, alpukat, kelompok mangga-manggis-guava, dan pepaya. Nanas unggul di volume perdagangan, alpukat memimpin nilai ekspor, kelompok mangga-manggis-guava naik daun karena lonjakan permintaan dan harga yang solid, sedangkan pepaya menjadi pemain kecil namun konsisten di pasar niche.

Pasar global untuk mangga, manggis, dan jambu biji (guava) mencatat kinerja impresif di 2024. Berdasarkan Major Tropical Fruits Market Review 2024 FAO, ekspor gabungan tiga komoditas tropis ini menembus 2,6 juta ton, naik 6,7% dibanding tahun sebelumnya.

Mangga, manggis, dan jambu biji (guava) dihitung sebagai satu kelompok komoditas karena masuk kategori HS Code yang sama, perdagangannya kerap tumpang tindih di negara produsen, dan guava memiliki volume perdagangan relatif kecil sehingga digabung untuk analisis global.

Lonjakan ini dipicu oleh meningkatnya pasokan manggis dari Thailand, serta pertumbuhan ekspor mangga dari pemasok baru seperti Ekuador dan Mesir.

Di level global, mangga menjadi komoditas dominan dengan kontribusi sekitar 85% dari total pengiriman, sementara manggis menyumbang 15%. Guava sendiri masih langka di pasar impor, terutama karena keterbatasan daya tahan dalam transportasi jarak jauh.

Thailand mempertahankan posisinya sebagai raja manggis dunia, dengan ekspor naik 11,7% menjadi sekitar 410 ribu ton pada 2024. Sekitar 60% di antaranya mengalir ke Chinayang rela membayar harga premium meski tahun lalu rata-rata harga turun 9,7% menjadi US 1.905 per ton demi kualitas buah yang diakui konsumen.

Thailand juga mengirim manggis ke Vietnam dan mangga segar ke Malaysia, walau harga di pasar tersebut jauh lebih rendah, hanya di kisaran US$ 520-540 per ton.

Di sisi lain, Meksiko tetap menjadi eksportir utama mangga dengan 440 ribu ton, meski anjlok 7,7% akibat kekeringan, penurunan kualitas, dan pembatasan operasional yang memangkas hari kerja. Menariknya, 90% mangga Meksiko masuk ke AS, di mana harga ekspor melonjak 20% menjadi US$ 1.471 per ton karena pasokan ketat.

Amerika Selatan pun mencatat dinamika yang tidak kalah menarik. Ekuador mencuri perhatian dengan lonjakan ekspor mangga +160% menjadi 70 ribu ton, hampir sepenuhnya ke pasar AS.

Namun, dua raksasa regional Peru dan Brazil tertekan. Ekspor Peru anjlok 9,8% menjadi 180 ribu ton, pangsa globalnya merosot di bawah 7%, terutama karena masalah kualitas dan biaya angkut udara yang tinggi.

Meski demikian, harga ekspor Peru justru naik 28% menjadi US$ 1.695 per ton berkat permintaan yang tetap solid. Brazil pun mengalami penurunan serupa. Data ini menegaskan bahwa pasar mangga-manggis-guava global semakin kompetitif, diwarnai persaingan ketat antara pemain mapan dan pendatang baru yang agresif.

Sementara untuk Alpukat yang juga merupakan primadona global,  FAO mencatat pada 2024, perdagangan alpukat dunia mencapai 2,9 juta ton, atau 31% dari total volume buah tropis utama, namun menyumbang 56% nilai perdagangan berkat harga rata-rata yang tinggi di kisaran US$ 2.789/ton.

Meksiko masih menjadi raja alpukat dengan produksi 2,5 juta ton per tahun, disusul Kolombia (1,1 juta ton) dan Peru (0,9 juta ton). Keberhasilan mereka bukan hanya soal volume, juga karena varian Hass yang disukai pasar global, dukungan logistik ekspor yang efisien, dan penetrasi ke pasar premium seperti AS, Uni Eropa, dan Jepang.(Sumber: CNBC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *