Bagaimana Menghentikan PSK?
Jakarta, IJN.CO.ID – Fenomena terungkapnya jaringan prostitusi online yang belakangan menghebohkan Indonesia patut menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya dari kasus-kasus yang terungkap tersebut bahkan ada yang melibatkan Artis-artis yang notabene sudah tidak lagi berada dalam garis kemiskinan dan kesulitan ekonomi.
Menurut Komunikolog Dr. Rosmawaty H.P., S.Sos, M.T rasa malu tampaknya sudah tidak ada lagi dibenak para penyedia jasa prostitusi tersebut sehingga mereka berani menjajakan jasanya secara terang-terangan baik melalui media sosial maupun dipinggiran jalan atau tempat-tempat hiburan.
“Siapa bilang malu jadi PSK ? Buktinya banyak yang secara terang-terangan menjual diri, baik lewat media Sosmed, maupun di pinggiran jalan di kawasan tertentu.” ungkap saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/5)
Sebagai seorang komunikolog, Dr. Rosmawaty H.P., S.Sos, M.T yang akrab disapa Bunda Rossa Jeffrey itu mengaku tidak heran dengan fenomena ini. Menurutnya wajar bila banyak PSK yang kian berani terbuka mengkomunikasikan profesi mereka sebagai PSK, sebab konsumennya banyak dan terdiri dari semua lapisan. Apalagi bila dilihat makna PSK atau ‘Pekerja Seks Komersial’, maka artinya PSK adalah subjek yang bekerja dan mencari keuntungan dengan cara menjual jasa seks. Jadi sangat wajar bila ada PSK dan timnya yang berupaya semaksimal mungkin melakukan komunikasi pemasaran demi mendapatkan sejumlah keuntungan.
“Itulah sebabnya jangan salahkan PSK saja. Mana mungkin jumlah PSK dan kegiatan komunikasi pemasaran mereka akan bertambah besar, bila jumlah konsumen mereka nihil, alias tidak laku. Lihat, prostitusi di NKRI ini dinikmati semua lapisan, termasuk oknum-oknum pejabat negara yang seharusnya menjadi contoh dan menindak kegiatan tersebut,” tegasnya.
Apalagi, lanjutnya, profit yang diperoleh sangat menggiurkan, mulai dari sejumlah materi, sampai paket jalan-jalan ke luar negeri, termasuk akses khusus bisa dekat dengan pejabat tertentu.
“Bayangkan bila ‘mereka’ itu merupakan diri kita sendiri, pasti kita juga akan punya rasa bangga. Pertanyaannya, siapa yang tidak senang kaya, terlihat keren dan menarik, bisa jalan-jalan kemanapun, disebut “mahal”, dan jadi rebutan banyak pejabat negara? Sungguh sulit melawan daya tarik semua itu. Apalagi mereka-mereka yang hidup berkekurangan baik secara materi, perhatian atau kasih sayang, pendidikan, maupun pergaulan yang sehat, baik, dan kuat. Itulah sebabnya, mereka-mereka yang berprofesi sebagai PSK tidak selamanya muda dalam usia, yang berusia lebih dari 30 tahun juga banyak,” bunda lebih menjelaskan.
Bila demikian, menurut Bunda Rossa, kita perlu memperhatikan kebutuhan materi dan non materi setiap anggota keluarga, juga kontrol lingkungan tempat tinggal dan pergaulan semua anggota keluarga agar keluarga kita terhindar dari hal-hal yang demikian. Tentu dalam hal ini butuh kerjasama semua pihak, termasuk adanya kasih, keterbukaan, juga rasa saling memiliki dan menjaga antar sesama anggota keluarga. Namun idealisme ini menurutnya hanya bisa terwujud bila keluarga didasari oleh cinta kasih yang kuat.
“Mana mungkin bisa, bila sebuah keluarga lahir dari keterpaksaan, seperti terpaksa menikah akibat sudah hamil sebelum menikah. Ada juga yang menikah hanya karena materi, status, ataupun karena ingin menyenangkan hati orang tua saja. Apalagi di negara kita, dan menurut paham kepercayaan tertentu, bila tidak menikah bisa mendatangkan aib maupun dosa,”
“Dari hasil pengamatan saya, banyak PSK lahir dari keluarga yang demikian, termasuk para penikmat jasa PSK, sekalipun mereka sudah berpendidikan tinggi bahkan ahli di bidang ilmu tertentu. Perhatikan baik-baik, berapa jumlah keluarga di Dunia ini yang dibangun atas dasar saling menyayangi dan tanpa keterpaksaan,” lanjutnya.
Sehingga menurut Bunda Rossa sangat mustahil bagi Kementerian Sosial untuk mampu membuat Indonesia bebas prostitusi pada Tahun 2019. Sekalipun Kemensos akan melakukan pencanangan Gerakan Nasional bebas Prostitusi di tahun 2015, sebab banyak ‘mereka’ yang bangga kaya, bahkan sudah memiliki tim kerja sebagai PSK.
“Menurut saya, akan jauh lebih bermanfaat, bila Kemensos mensosialisasikan budaya sanksi moral untuk para PSK dan konsumen jasa PSK, termasuk media massa yang masih menyediakan ruang bagi para PSK, juga para tokoh agama yang suka mempermainkan agama demi memperlancar kegiatan prostitusi agar terkesan halal di mata masyarakat. Namun beranikah Kemensos melakukan hal itu,”tegasnya. (solihin)