Jakarta,IntiJayaNews.com — Sejumlah aktivis mendatangi Kantor DPP Partai Gerindra di Jakarta, Senin siang (28/7/2025), untuk menuntut pengusutan kasus dugaan korupsi dana jaminan pascatambang (DJPL) senilai Rp168 miliar di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Mereka meminta Presiden Prabowo Subianto segera bertindak terhadap kasus yang menyeret nama mantan Bupati Bintan, Anwar Ahmad, yang kini menjabat Gubernur Kepri dua periode.
“Kami sudah empat kali datang dari Batam ke Jakarta. Ini perjuangan rakyat,” kata Ahmad Iskandar Tanjung, Ketua BAPAN DPD Kepri, kepada wartawan.
Iskandar menyebut dana DJPL itu muncul dari hasil supervisi KPK pada 2018. Dana seharusnya bisa diambil oleh Bupati dan perusahaan tambang saat itu. Namun hingga kini, dana itu diduga raib tanpa pertanggungjawaban.
“Anwar Ahmad, yang waktu itu bupati, sekarang jadi Gubernur. Tapi dananya tidak jelas,” ujar Iskandar.
Ia menyesalkan belum adanya tindakan hukum terhadap dugaan korupsi tersebut. Padahal, menurutnya, laporan sudah diserahkan sejak satu tahun lalu.
Tuntut Prabowo Penuhi Janji Antikorupsi
Dalam orasinya, Iskandar menyinggung janji Presiden Prabowo soal pemberantasan korupsi. Ia mengutip buku Paradoks Indonesia dan pidato Prabowo yang berjanji memburu koruptor hingga ke Antartika.
“Mana buktinya? Jangan cuma retorika,” tegas Iskandar.
Menurutnya, Presiden harus turun tangan memerintahkan Kejaksaan dan Kepolisian menindak tegas pelaku korupsi, termasuk mantan pejabat daerah.
“Kami ingin Prabowo bertindak, bukan diam. Kalau perlu, intervensi Kejaksaan,” katanya.
Aktivis Sebut Penegak Hukum Tumpul ke Pejabat
Aktivis nasional Babeh Aldo menyoroti lambannya penyidikan kasus DJPL di Kejaksaan Tinggi Riau. Ia menduga adanya tekanan politik atau keberpihakan terhadap elit tertentu.
“Kejati Riau ciut. Kami minta Kejaksaan Agung ambil alih kasus ini,” ucap Aldo.
Ia menegaskan, masyarakat Kepri bisa turun ke jalan jika keadilan tidak ditegakkan.”Rakyat Kepri damai, tapi jangan coba-coba permainkan hukum,” ujarnya.
Aldo juga mengingatkan agar hukum tak hanya tajam ke rakyat kecil, tapi tumpul ke pejabat. “Kalau pejabat salah, harus dihukum. Jangan jadi alat politik!” serunya.
Investigasi Lapangan: Tidak Ada Reboisasi
Aktivis Niko Silalahi mengaku telah melakukan investigasi lapangan ke Bintan. Ia menyatakan tidak menemukan upaya reboisasi di lokasi bekas tambang sebagaimana dijanjikan pemerintah daerah.
“Kami sudah ke sana. Nyata, tidak ada reboisasi,” kata Niko.
Ia menuntut Presiden Prabowo menggunakan kewenangannya sebagai kepala negara untuk memerintahkan aparat bertindak.
“Kalau dibiarkan, rakyat akan bertindak sendiri. Jangan salahkan kami nanti,” ucapnya.
Gerindra Dianggap Tak Serius

Iskandar juga mengkritik sikap Partai Gerindra yang dianggap tidak responsif. Ia menyebut pada tahun lalu, laporan mereka diterima di lantai 3 kantor DPP Gerindra, dan dijanjikan akan ditindaklanjuti.
“Tapi sekarang kami dikonferensi pers di trotoar. Diabaikan!” katanya.
Ia bahkan mempertanyakan apakah ada kepentingan politik yang membuat Gerindra menutup mata.
“Apakah karena dia bagian dari ‘geng Solo’? Prabowo takut?” sindir Iskandar.
Menurutnya, bila hukum dikorbankan demi politik, itu akan merusak kepercayaan rakyat.
Desakan ke KPK dan Kejaksaan Agung
Aktivis mendesak KPK untuk bertindak cepat dan independen dalam mengusut kasus ini.”Kalau KPK lamban, lebih baik dibubarkan saja!” ujar Iskandar geram.
Niko menambahkan, jika hukum tidak ditegakkan, akan muncul reaksi keras dari rakyat. “Kami tidak mau gerakan barbar. Tapi kalau negara diam, kami terpaksa,” katanya.
Empat Tuntutan Aktivis
Ketiga aktivis sepakat menyampaikan empat tuntutan utama:
- Presiden Prabowo segera menginstruksikan penanganan kasus DJPL Rp168 miliar.
- Kejaksaan Agung mengambil alih penyidikan dari Kejati Riau.
- KPK mempercepat proses hukum tanpa tekanan politik.
- Partai Gerindra menindaklanjuti laporan rakyat secara serius.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan,” pungkas Iskandar.