Agum Gumelar Sedih dan Bosan:“Jangan Terus Bohongi Rakyat Sepakbola…”
JAKARTA,IJN.CO.ID – “Saya bukan membela La Nyalla, tapi La Nyalla itu terpilih secara resmi sebagai Ketua Umum PSSI dan telah diakui FIFA. Janganlah dunia olahraga di bawah ke ranah politik. Kalau tidak suka La Nyalla jangan organisasinya diamputasi,” tegas mantan Ketua Umum PSSI Agum Gumelar yang ditemui di kediamannya di Jakarta, Sabtu (3/10) malam.
Agum Gumelar mengaku sudah berulangkali menginstruksikan pengurus PSSI pimpinan La Nyalla Matalitti berkoordinasi dengan pemerintah agar bisa bergandengan tangan melakukan pembinaan sepakbola. Namun, upaya itu selalu gagal terealisasi karena Menpora Imam Nahrawi tidak pernah bersedia menemui La Nyalla Matalitti.
“Saya bukan membela La Nyalla, tapi La Nyalla itu terpilih secara resmi sebagai Ketua Umum PSSI dan telah diakui FIFA. Janganlah dunia olahraga di bawah ke ranah politik. Kalau tidak suka La Nyalla jangan organisasinya diamputasi,” tambahnya.
“La Nyalla sudah tiga kali saya instruksikan menemui Menpora tetapi tidak pernah berhasil dengan alasan sibuk. Bahkan, saat PSSI memenangkan gugatan di PTUN tentang SK pembekuan Menpora pun saya juga memintanya menemui tetap saja tidak ditemui,” jelasnya.
Di tengah kondisi sepakbola yang semakin terpuruk, Agum mengaku sedih dan juga telah bosan mengingatkan tentang statuta FIFA yang mengharamkan intervensi pemerintah. Makanya, dia menyebut PSSI menghadapi orang-orang yang tidak paham tentang aturan yang berlaku di sepakbola. Apalagi, ada upaya membuat Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI dan wacana pembentukan organisasi sepakbola baru pengganti PSSI.
Di era globalisasi ini, kata Agum, peran pemerintah bukan dengan pendekatan kekuasaan. Tetapi, pemerintah harus menjadi fasilitator, regulator dan melayani.
Menurut Agum Gumelar, sanksi FIFA dipastikan akan terus berlanjut jika Menpora tidak mencabut SK pembekuan PSSI. Bahkan, mantan Ketua Komite Normalisasi FIFA ini menjamin FIFA juga akan menjelaskan hal yang sama pada saat melakukan kunjungan ke Indonesia untuk bertemu dengan Presiden Jokowi yang dijadwalkan Oktober atau Nopember mendatang.
“Janganlah terus membohongi masyarakat sepakbola dengan menyebut bisa melobi FIFA atau menyebut akan ada KLB tanpa melalui mekanisme yang ada. KLB itu bisa dilaksanakan jika 2/3 anggota PSSI menginginkan dan untuk mendapat pengakuan FIFA harus PSSI mengajukan surat enam bulan sebelum pelaksanaan,” jelasnya.
Agum juga menegaskan bahwa FIFA tidak mau berhubungan dengan orang yang berada di luar sepakbola seperti Tim Transisi. “Kalau urusan sepakbola, FIFA itu hanya mau berhubungan dengan PSSI dan tiga orang yang dikenalnya di Indonesia yakni Rita Subowo (Ketua Umum KOI), Dali Tahir (Mantan Komite Etik FIFA) dan saya sendiri. Dan, saya bisa memastikan bahwa FIFA tidak akan mengubah keputusan terhadap sanksi PSSI jika memang pemerintah tetap melakukan intervensi. Itu sudah menjadi statutanya dan tidak akan dilanggar siapa pun Presiden FIFA nanti,” ujarnya.
Lebih jauh, Agum mengungkapkan, bahwa Asian Games 2018 di Indonesia tidak akan mempertandingkan cabang sepakbola karena dalam statuta FIFA jelas disebutkan negara yang terkena sanksi tidak diperbolehkan menggelar pertandingan internasional.
“Sepakbola Asian Games itu kan menggunakan wasit dan perangkat pertandingan dari AFC yang merupakan perpanjangan tangan FIFA. Jadi, sepakbola pasti tidak dipertandingkan di Indonesia kalau PSSI masih terkena sanksi,” tambahnya.
Mantan Menteri Perhubungan ini juga semakin bingung adanya larangan Kemenpora untuk pelaksanaan Pra PON yang akan digelar PSSI. Pasalnya, dalam UU SKN pasal 1 (ayat 25), pasal 51 (ayat 2) dan pasal 89 (ayat 1) dijelaskan bahwa penyelenggara Kejuaraan Olah raga yang medatangkan masa penonton, wajib mendapatkan rekomendasi dari ‘Induk Cabang Olah Raga’ yang terdaftar pada ‘federasi Internasional’ (sesuai cabornya). Jika dilanggar, maka akan dikenakan sanksi pidana dua tahun penjara atau maksimal denda satu miliar rupiah.
“Kalau sudah mengambil keputusan yang salah maka akan terus melakukan kesalahan. Perlu dicatat, pelaksanaan Pra PON itu merupakan wewenang PSSI selaku induk organisasi sepakbola. Jadi, kalau Pra PON tidak digelar dan semua daerah mengikuti pelaksanaan PON Jabar 2016 itu jelas pelanggaran,” tandasnya. (jef)