Published On: Sel, Agu 25th, 2015

Ada Pengaruh Eropa di Musik Tanjidor Betawi

Share This
Tags
Tari Lenggang Nyai (foto:Ist)

Tari Lenggang Nyai (foto:Ist)

IJN.CO.ID – Penduduk asli Jakarta adalah orang Betawi, yaitu masyarakat keturunan campuran dari ras dan suku yang berbeda-beda, yang menjadikan Jakarta menjadi rumahnya. Termasuk masyarakat yang terbiasa bicara terang-terangan dan demokratis, masyarakat Betawi menerima dan memahami baik budaya yang berbeda-beda dalam kesehariannya, sampai seni, musik dan tradisi. Bahasa Betawi tampak seperti campuran dari bahasa Malay asli dengan pemakaian beberapa kata-kata dari bahasa Sunda, bercampur lagi dengan kata-kata dari bahasa Jawa, Cina, India, Arab bahkan juga dari bahasa Belanda.

Musik Betawi yang dikenal dengan nama Tanjidor konon berasal dari perkebunan Belanda yang terletak di luar kota sekitar Batavia, seperti Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi dan Tangerang, tempat dimana para budak setempat kerap memainkan untuk majikan Belandanya. Ketika perbudakan dihapuskan pada abad 19, kelompok pemusik meneruskannya dengan ngamen sebagai mata pencaharian mereka. Tradisi ngamen ini terus berlanjut sampai sekarang. Pengaruh Eropa terlihat jelas dari pemakaian alat musiknya seperti trompet, bas, klarinet, simbal dan lainnya. Saat ini Tanjidor telah melebur dengan musik asal Malay Gambang kromong, menggunakan alat music tamborin, beduk, gendang, kempul dan lainnya.
Ondel-ondel merupakan boneka raksasa yang tak terpisahkan dari budaya betawi dan telah menjadi ikon kota Jakarta. Boneka ini dibuat dari rangka bambu sehingga memudahkan orang untuk membawanya kemana-mana. Ondel-ondel biasanya terdiri dari 2 boneka, yang pria memakai topeng merah dan berkumis dilengkapi dengan kostum berwarna gelap. Sedangkan perempuannya bertopeng putih dengan bibir bersaput lipstik merah. Sang perempuan mengenakan kostum berwarna cerah. Keduanya mengenakan hiasan kepala bergaya Malay, kembang kelapa.
Ondel-ondel biasa tampil ’memimpin’ barisan dalam acara perkawinan ataupun sunatan, diikuti oleh pasangan pengantin atau anak yang disunat diikuti oleh keluarga masing-masing, berjalan berarak-arakan keliling kampung dimeriahkan oleh Tanjidor atau music Gambang kromong.
Tari Lenggang Nyai
Kreasi kontemporer Lenggang Nyai dibawakan oleh 4 atau 6 gadis kecil. Tarian ini mengekpresikan keindahan dan kelincahan para wanita Betawi.
Diciptakan oleh Wiwik Widiastuti seorang koreografer dari Yogyakarta pada tahun 1998, Tarian Lenggang Nyai menjadi tarian Betawi yang popular dan kerap dibawakan pada pertunjukkan seni dan pariwisata, bahkan di mancanegara.
Tarian ini mengambil sedikit gaya Cokek dan Tari Topeng dan ada pengaruh Cina di dalamnya. Dengan kostum gaun merah terang atau hijau dilengkapi dengan ikat kepala Cina, para penari meliukkan tubuh, tangan dan kaki mereka dengan anggun namun dalam gerakan yang cepat.
Versi lainnya dikenal dengan Tari Sembah Nyai, tarian selamat datang yang diciptakan oleh Dadi Djaja, dengan gerakan-gerakan yang menyerupai tarian Malay.(*/IJN)