Jakarta,IntiJayaNews.com – Sidang lanjutan artis Nikita Mirzani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025), mendengarkan saksi ahli bahasa.
Saksi ahli bahasa Frans Asisi memberikan keterangan soal percakapan antara Reza Gladys dan asistennya, Ismail Marzuki alias Mail.
Jaksa membacakan salah satu isi percakapan yang dianggap memiliki makna tekanan. “Katanya (Oki), ‘Manusia kalau mau ditutup mulutnya itu pakai apa? Pakai uang. Dokter Reza maunya apa? Nikita nggak speak up? Bisa saja dok, kasih aja, kasih makanan istilahnya. Soalnya kalau dia udah speak up bisa hancur dok’. Pada intinya untuk tidak speak up ya dikasih makanan, kan begitu,” jelas jaksa.
“Itu kesimpulan. Anda berkali-kali tidak bisa membedakan antara kesimpulan dengan kata-kata yang ada,” sahut Frans Asisi.
Frans Asisi, kembali menegaskan bahwa percakapan antara pihak Nikita melalui Mail dengan Reza Gladys tidak mengandung unsur pengancaman maupun pemerasan.
“Tidak ada makna penekanan. Inti kalimat itu untuk meminta tolong. Ada semacam kebuntuan atau sesuatu yang tidak bisa diatasi. Dia (Reza Gladys) lalu meminta tolong ke orang lain dan menyerahkan sepenuhnya, bagaimana jalan keluar yang dia hadapi. Dia meminta solusi karena tidak mampu,” beber Frans.
Ahli menilai percakapan yang selama ini dipersoalkan lebih tepat dimaknai sebagai permintaan bantuan dan negosiasi, bukan pemaksaan atau intimidasi. Hal ini sekaligus menjadi poin penting yang dipertimbangkan dalam jalannya persidangan kasus TPPU Nikita Mirzani.
Kasus yang menjerat Nikita berawal dari laporan Reza Gladys. Ia bersama asistennya, Ismail Marzuki alias Mail Syahputra, didakwa melakukan pengancaman melalui sarana elektronik serta tindak pidana pencucian uang terkait dana yang diterima dari korban.
JPU mendakwa keduanya dengan Pasal 45 ayat (10) huruf A dan Pasal 27B ayat (2) UU ITE sebagaimana diubah dalam UU No. 1 Tahun 2024, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP. Jika terbukti, ancaman pidana yang dihadapi bukan hanya penjara, tetapi juga denda yang nilainya bisa mencapai miliaran rupiah.(Sindo)





